Farmakogenomik: Si Senjata Rahasia Untuk Pengobatan Efektif
Tahukah kamu bahwa hingga 95% perbedaan dalam respons obat disebabkan oleh faktor genetik (DNA)? Bidang pemahaman variasi genetik yang dapat mempengaruhi respons individu terhadap obat ini dikenal sebagai farmakogenetik – atau dalam konteks yang lebih luas – farmakogenomik.
Farmakogenomik juga dapat menentukan faktor penting dalam konsumsi obat seperti sensitivitas terhadap obat, dosis yang diperlukan, serta risiko efek samping. Sejak 1930-an, farmakogenetik telah menjadi topik penting yang membuka jalan menuju pengobatan presisi, dan kini menjadi bagian integral dalam memberikan terapi yang lebih efektif dan aman.
Bagaimana DNA kita dapat mengubah respons terhadap pengobatan?
Perbedaan dalam cara tubuh memproses obat merupakan salah satu fokus utama dalam studi farmakogenetik. Untuk memahami pentingnya bidang ini, mari kita lihat contoh nyata tentang bagaimana genetika dapat memengaruhi respons terhadap obat.
Pada April 2005, seorang ibu melahirkan bayi laki-laki yang sehat. Untuk mengatasi nyeri pascapersalinan, dokter meresepkan kombinasi kodein dan parasetamol selama 2 minggu. Namun, pada hari ke-12, bayinya tiba-tiba mengalami perubahan warna kulit menjadi biru dan meninggal pada hari ke-13.
Setelah dianalisis, ditemukan kadar morfin yang sangat tinggi dalam darah bayi, dan ternyata ASI sang ibu mengandung morfin yang sangat pekat, yang diduga menyebabkan kematian tragis tersebut.
Kok bisa, sih?
Untuk memahami kejadian tragis ini, kita perlu tahu bahwa obat yang kita konsumsi biasanya diolah oleh dalam tubuh menjadi bentuk yang aktif atau tidak aktif. Salah satu “pengolah” utama adalah sebuah enzim bernama CYP2D6, yang memproses banyak obat. Beberapa orang memiliki enzim yang bekerja dengan normal, sementara yang lain mungkin memiliki enzim yang kurang efisien atau justru terlalu cepat dalam memproses obat.
Dalam kasus yang terjadi pada sang ibu, DNA-nya membuat enzim CYP2D6 bekerja sangat cepat, sehingga obat kodein yang ia konsumsi diubah menjadi morfin dalam jumlah besar.
Morfin yang berlebih ini kemudian masuk ke dalam ASI dan menyebabkan keracunan pada bayinya, yang akhirnya meninggal karena overdosis. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya memahami bagaimana DNA dapat mempengaruhi respons terhadap obat-obatan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Masa Depan Pengobatan Melalui Farmakogenomik
Kodein sama sekali bukan obat yang berbahaya. Obat ini merupakan penghilang rasa sakit yang efektif jika diresepkan kepada orang yang tepat pada waktu yang tepat. Setelah kejadian ini, kodein telah dipastikan tidak aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) untuk bayi selama menyusui. Bahkan, FDA kini telah memasukkan informasi farmakogenetik dan hubungan obat-gen dalam lebih dari 200 pengobatan.
Perjalanan NalaGenetics Di Dunia Farmakogenomik
Di NalaGenetics, perjalanan kami dimulai dalam kemitraan inovatif dengan Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2016. Kami memulai perjalanan untuk mendistribusikan 1.000 alat uji genetik di lima desa di Papua dan Papua Barat. Kami menemukan bahwa 20% pasien kusta yang kami uji membawa gen yang membuat mereka rentan terhadap reaksi parah terhadap Dapsone, obat antikusta yang umum.
Setelah itu, kami membuat test kit sendiri agar dapat mempermudah banyak orang untuk mengambil tes farmakogenomik, diikuti dengan pengembangan software kami sendiri di tahun 2021.
Di tahun yang sama, kami bekerjasama dengan gerakan PRECISE (Precision Health Research, Singapore), yang mengkoordinasikan seluruh upaya pemerintah untuk melaksanakan program National Precision Medicine Singapura, untuk mendorong di perawatan kesehatan berbasis data di tingkat nasional.
Kami pun mulai mendaftarkan produk tes DNA kami untuk sertifikasi CE-IVD (Conformité Européenne – In Vitro Diagnostic) di Maret 2022. Dengan memiliki tanda CE-IVD, produk kami telah dinilai aman, efektif, dan sesuai untuk digunakan dalam tujuan medis yang dimaksud.
Di tahun 2023, kami meluncurkan aplikasi NalaGenetics bersama program PRECISE yang semakin mempermudah pasien untuk mengakses hasil tes farmakogenomik mereka.
Sama halnya dengan PRECISE, saat ini kami pun berkolaborasi dengan Balai Besar Biomedis dan Genomika Kesehatan (BB Binomika) untuk menghasilkan laporan tes farmakogenomik bagi 10.000 partisipan Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) di aplikasi SatuSehat, yang merupakan platform pertukaran data kesehatan nasional resmi Kementerian Kesehatan RI.
Sumber:
Koren, G. et al. (2006) ‘Pharmacogenetics of morphine poisoning in a breastfed neonate of a codeine-prescribed mother’, The Lancet, 368(9536), p. 704. doi:10.1016/s0140-6736(06)69255-6.
Kabbani, D. et al. (2023) ‘Pharmacogenomics in practice: A review and implementation guide’, Frontiers in Pharmacology, 14. doi:10.3389/fphar.2023.1189976.
Leave a Reply